MASYARAKAT DAN PERKEMBANGANNYA

PROF. DR. SYAMSIAH BADRUDDIN, M.Si


Teori dan Konsep Tentang Perkembangan Masyarakat

Mashab Mechanis (Berkelay dan Harvey). Aliran ini berpendapat bahwa mekanisme adalah keseluruhan satu sama lain dari bagian-bagiannya yang bersifat otonom dalam setiap komponennya. Orang dapat merekayasa suatu mekanisme tanpa membongkar dan merusak yang lain. Bagian tersebut tidak rusak, karena komponennya dijadikan, secara terpisah. Tiap bagian mempunyai fungsi masing-masing dan hubungan antara komponen berjalan menurut hukum alam.
Model mekanisme ini tidak mengenal pertumbuhan dan perubahan serta evolusi. Untuk memahami masalahnya cocok dengan pendekatan analisis. Unsur-unsurnya dala masyarakat adalah individu, tindakan-tindakan atau kesadaran mereka. Menurut mashab ini manusia mempunyai tiga sifat yaitu:
1) Sifat ingin mempertahankan diri, 

2) Sifat tertarik pada sesuatu,
3) Sifat tertolak dari sesuatu.
George Berkley (1734) berpendapat bahwa di dalam masyarakat terdapat dua macam kekuatan atau daya; Pertama centrifugal artinyaa daya yang tarik dari pusat. Kedua centripetal daya yang lari ke pusat. Egoisnre manusia adalah menifestasi dari centrifugal porces dan social instinct adalah manifestasi dari centripetal porces.
Mashab ini menyimpulkan bahwa dalam kehidupan manusia dikuasai oleb hukum-hukum alamiah yang berlaku dan dalam proses perjalanan hidup manusia mengunginkan adanya keseimbangan antara berbagai komponen satu sama lain yang tidak saling menganggu (otonom).
Mashab organis sosiologis dan psikologis. Tokoh-tokoh pendukungnya antara lain Harbert Spencer (1862) (Inggris), Durkheim (1893) (Jerman), Bergson (Perancis). Faham yang melatarbelakanginya adalah:
Teori organisme berasal dari pengetahuan alam biologi. Teori ini  beranggapan bahwa manusia diumpamakan sebagai sel yang berbentuk organisme. Tiap komponen dari organisme tidak dapat diuraikan sebagian tanpa mempengaruhi bagian-bagian lainnya, karena semua bagian merupakan satu kesatuan yang kompak. Ia berfungsi membangun sebuah organisme secara ekosistern (saling terkait dan berkesinarnbungan). jadi satu bagian rusak semua menjadi rusak. Berbeda teori mekanisme menganggap setiap bagian suatu organisme bersifat otonom.
Model sosiologis. Teori organis ini bila diterapkan di masyarakat, maka yang menjadi kajiannya adalah individu. Menurut pendapat para pakar bahwa individualisme menyebabkan terjadinya disintegrasi sosial, karena kurang memperhatikan bentuk kehidupan sosial yang telah tumbuh secara historis. Sifat sosiologis adalah: 1) Apabila satu sel rusak, maka seluruhnya menjadi rusak, karena kesatuan sel bertumpu pada satu sentrum. 2) Satu sel tidak berarti tanpa sel yang lain. Oleh karena itulah manusia cenderung berkelompok. Aliran  ini menyamakan organisme dengan manusia. Seseorang tidak berarti tanpa orang lain. Olehnya itu mereka berkelompok dan membentuk masyarakat. Ada beberapa paham yang tercakup di dalamnya yaitu: 1) Paham imitasi (Baldwin, 1894). beranggapan bahwa manusia berkelompok, karena ingin meniru orang lain atas kesadarannya. 2) Paham simpatik. Paham ini berpendapat bahwa manusia berkelompok, karena bersimpatik kepada sesama manusia sebagai naluri.
Teori perilaku (Parsons), memperkenalkan empat sistem dari perilaku manusia. Keempat subsistem tersebut adalah: organisme, personaliti, sistem sosial dan kultural. Subsistem tersebut saling berkaitan satu sama lain sebagai mekanisme untuk mengendalikan tindakan manusia yang bersifat; psikologis, norma-norma sosial, nilai-nilai kultural.
Subsistem yang dekat di puncak hirarkhi kaya dengan informasi, tetapi lemah dalam energi. Sistem kultural hanya mengandung unsur-unsur simbolik pengetahuan berupa ide, kepercayaan. Karena kaya informasi, sistem kultural mengarahkan dan memberi makna kepada tindakan manusia. Sebaliknya sistem yang ada di bawahnya (social system) lemah informasi kaya energi. Sedangkan energi yang lemah terdapat pada sistem organisme behavioural sebagai dasar tingkatan cibernetic. Selain ketiga sistem sosial tersebut ada juga subsistem ultimate reality (realitas tinggi) dan psychoorganic yang dekat dengan lingkungan sistem sosial yang mengendalikan perilaku manusia
Sistem sosial berada pada tingkatan ketiga menerjamahkan informasi dari sistem kultural, kemudiari menjadi pedoman dalam bertindak bagi individu yang tergolong dalam sistem sosial. Inilah yang mengatur integrasi antara individu yang merupakan sistem kemasyarakatan. Ketiga sistem sosial manusia berhubungan dengan tindakan sosial sebagai lingkungan utama, karena sistem sosial ini merupakan sentral dalam struktur sibernetik.
Masyarakat adalah suatu sistem sosial sama dengan sistem perusahaan, angkatan bersenjata. Bedanya masyarakat merupakan sistem sosial yang paling tinggi tingkat kemampuannya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Karena mampn mengintegrasikan ketiga aspek utama dan kedua lingkungan sekunder
Mashab determinisme (Charles Darwin). Paham ini mengandung ajaran tentang penyesuaian diri. Titik tolak yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam masyarakat adalah dorongan alam yang bervariasi. Di sini terdapat suatu struggle of life dan menghasilkan survival of the fittest. Berbeda dengan pendapat Lamarck, konsepnya lebih ditekankan pada pengaruh alam secara langsung. Sedangkan Darwinisme lingkungan sifatnya tidak langsung. Adapun adaptasi dengan lingkungan alam melalui seleksi setelah terjadi perjuangan.
Prinsip seleksi alam tidak dibentuk oleh kondisi alam, tetapi oleh syarat-syarat yang diciptakan manusia secara naluri alamiah. Sedangkan seleksi sosial diciptakan secara sadar,  karena kehendak manusia untuk memberi arah kepada perkembangan generasinya. Pengikut Darwinisme disebut juga seleksionis, karena mereka mengutamakan kecakapan yang didasarkan atas egoisme. Teori Darwinisme (1859) berpengaruh terhadap pandangan Thomas Robert Malthus (1798) yang berpendapat bahwa di dalam perjuangan ekonomis, peperangan dan perjuangan merupakan faktor yang penting dalam sejarah.
Mashab rasialisme. Teori ini didasarkan atas kemampuan kualitas individu untuk menerangkan berbagai peristiwa sosial. Susunan ras yang terdapat pada penduduk dapat menimbulkan perbedaan-perbedaan dalam cara hidup (tabiat, peradaban dan pandangan dunia). Perubahan yang terjadi pada suatu ras dapat mengakibatkan kemajuan atau kemunduran kebudayaan. Gobirneau (1853) berpendapat bahwa kemurnian ras menjamin perkembangan peradaban yang sehat. Menurut Chamberlain bahwa percampuran ras memiliki akibat-akibat yang menguntungkan.

Pengertian dan Komponen-Komponen Masyarakat
Peristilahan
Istilah masyarakat dalam bahasa Inggris disebut society sedangkan dalam bahasa Arab disebut syareha artinya ikut berpartisipasi dan bergaul. Istilah sosiologisnya disebut berinteraksi. Masyarakat merupakan suatu sistem sosial atau kesatuan hidup yang mempunyai banyak faktor dalam pembentukannya, sehingga banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli di antaranya adalah:
Selo Sumardjan (1984) mengemukakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama mengahasilkan kebudayaan.
Koetjaraningrat (2000) mendefinisikan masyarakat sebagai kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat di dalam identitas yang sama.
Mashab Mechanis (Berkelay dan Harvey).
Definisi-definisi diatas, mendeskripsikan ciri-ciri masyarakat sebagai berikut:
1) Manusia hidup bersama,
2) Bergaul dalam jangka waktu yang cukup lama,
3) Setiap anggotanya menyadari dirinya sebagai satu kesatuan,
4) Bersama-sama membangun suatu kebudayaan yang menjadi pedoman dalam hidup bersama. .
Komponen-Komponen Masyarakat
Interaksi sosial. Di dalam suatu masyarakat selalu terjadi interaksi. Faktor utama yang mempengaruhi terjadinya interaksi sosial adalah; imitasi, sugesti, dan simpatik. Sedangkan syarat­-syarat terjadinya interaksi sosial adalah social contact (kontak sosial) dan social  communication (komunikasi sosial). Adapun bentuk-bentuk interaksi sosial adalah cooperation (kerjasama), competition (kompetisi), conflict (konflik) dan accomodation (akomodasi) serta kontak sosial antara individu dengan individu atau kelompok dengan kelompok.
Pranata Sosial dapat disebut juga social institution (lembaga kemasyarakatan) yang berarti sistem tata kelakuan (diatur nilai­-nilai dan norma-norma sosial) yang berhubungan dengan aktifitas. Bertujuan untuk memenuhi kompleksitas kebutuhan hidup bermasyarakat. Fungsi pranata sosial adalah:            .
Sebagai – pedoman bersikap dan berperilaku dalam hidup bermasyarakat;
Menjaga keutuhan masyarakat, dan; Sebagai sistem pengendalian terhadap perilaku bermasyarakat.

Adapun norma-norma yang terdapat dalam pranata sosial adalah:
Usage (cara-cara) sejumlah cara individu berperilaku dalam kelompok, misalnya cara makan, minum, berpakaian dan sebagainya.
Folkways (kebiasaan) misalnya memakai pakaian tertentu pada waktu tertentu, kebiasaan melakukan upacara dan sebagainya. Kebiasaan seperti ini memiliki tingkatan hukum yang lebih tinggi daripada usage.
Mores (kelakuan), yaitu perbuatan yang mengandung nilai-nilai moral, misalnya hormat kepada orang tua, sopan santun terhadap orang lain atau tamu dan sebagainya. norma-norma ini apabila dilanggar akan memperoleh celaan dari anggota masyarakat.
Custom (adat-istiadat), berisi aturan-aturan yang membedakan mana yang dapat dilakukan dan yang tidak dapat dilakukan. Misalnya perzinaan, pencurian, pemerkosaan. Kalau adat ini dilanggar akan memperoleh hukuman dari masyarakat secara fisik, karena tingkatannya termasuk hukum adat yang dianut oleh masyarakat.

Adapun ciri-ciri pranata sosial adalah:
1. Organisasi pola-pola pemikiran (gagasan) dan perilaku yang diwujudkan dalam aktifitas beserta produkmya;
2. Keberadaannya sulit berubah;
3. Memiliki tujuan tertentu;
4. Memiliki prasarana dan sarana, dan;
5. Memiliki lambang khas sesuai dengan tujuannya, yakni sejumlah aturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis.

Cara-Cara Terbentuknya Masyarakat
Cara terbentuknya masyarakat dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu:
Masyarakat dapat terbentuk secara sengaja atau dipaksa. Misalnya suatu masyarakat atau negara yang sengaja dibentuk, misalnya; transmigrasi dan masyarakat pengungsi terbentuk, karena dipaksa.
Masyarakat terbentuk dengan sendirinya. Misalnya suku terasing, kelompok etnis dan sebagainya. Kemudian masyarakat budaya terbentuk, karena ada hubungannya dengan lapangan usaha. Misalnya masyarakat tani, industri dan pelayan. Ada juga masyarakat terbentuk, karena kepercayaan atau agama, sehingga ada masyarakat Muslim, Nasrani, Budha dan sebagainya.
Ada juga kesatuan-kesatuan khusus yang terbentuk yang sebenarnya termasuk bagian dari masyarakat. Hal ini termasuk ke dalam istilah yang disebut komunitas (community).
Kelompok masyarakat dengan ciri-ciri tertentu yang melekat padanya, seperti kelompok masyarakat yang sudah berhak mengikuti pemilihan umum dengan kategori umur 18 tahun ke atas.
Golongan pemuda dengan ciri-ciri ideal dengan vitalitas yang tinggi dan masih bebas dari beban keluarga.
Komunitas yang terikat oleh sejumlah norma dan adat-istiadat yang melakukan interaksi sosial antar sesama anggota. Misalnya sistem marga orang Batak dan Minangkabau serta masyarakat terasing lainnya.
Kelompok masyarakat yang solidaritas sosialnya amat tinggi didasari oleh hubungan kekeluargaan. Misalnya perkumpulan simpan-pinjam, koperasi dan sebagainya.
Komunitas yang menempati suatu wilayah tertentu dengan terikat oleh sistem adat dan pola hidup, seperti masyarakat desa dan masyarakat kota (rural community dan urban community).

Tujuan dan Fungsi Masyarakat
Tujuan Membangun Masyarakat
Untuk membangun rasa senasib dan sepenanggungan di antara mereka, khususnya manusia Indonesia yang mewujudkan rasa persatuan.
Agar tertanam rasa toleransi di antara mereka, seseorang hanya mempunyai arti bilamana ia menjad bagian dalam kelompok.
Agar timbul kesadaran bahwa di antara mereka terdapat saling ketergantungan yang berkaitan dengan kepedulian sosial.
Salah satu keberartian seseorang adanya nilai-nila demokrasi yang tumbuh dan dimiliki sebagai sikap menghargai perasaan dan pendapat sesama yang pada gilirannya menciptakan suatu kesatuan sosial.

Fungsi Masyarakat
Masyarakat sebagai suatu tipe sistem sosial dapat dianalisis dari empat fungsinya yang diperlukan yakni:
Fungsi pemeliharaan pola. Fungsi ini berkaitan dengan hubungan antara masyarakat sebagai suatu sistem sosial dengan subsistem kultural. Fungsi ini mempertahankan prinsip-prinsip tertinggi masyarakat sambil menyediakan dasar dalam berperilaku menuju realitas yang tinggi.  Menurut Parsons (1951) disebutnya fungsi latency, yaitu fungi suatu sistem untuk untuk memelihara agar para aktor dalam suatu unit menampilkan kualitas kobutuhan keahlian dan keahlian lainnya yang tepat-guna, sehingga konflik dan ketegangan internal tidak sampai berkembang ketingkat yang merusak keutuhan sistem.
Fungsi integrasi. Fungsi ini mencakup koordinasi yang diperlukan antara unit-unit yang menjadi bagian dari suatu sistem sosial. Khususnya yang berkaitan dengan kontribusi unit-unit pada organisasi dan berfungsinya unit-unit terhadap keseluruhan sistem.
Fungsi untuk pencapaian tujuan. Fungsi ini mengatur hubungan antara masyarakat sebagai sistem sosial dengan subsistem kepribadian. Fungsi tercermin dalam penyusunan skala prioritas dari segala tujuan yang hendak dicapai dan menentukan bagaimana suatu sistem mobilitas sumberdaya serta tenaga yang tersedia untuk mencapai tujuan tersebut.
Fungsi adaptasi. Menyangkut hubungan antara masyarakat dengan sistem sosial dengan subsistem organisme tindakan dengan alam psiko-organik. Secara umum fungsi ini menyangkut kemampuan masyarakat menyesuaikan diri terhadap lingkungan hidup.

Individu, Keluarga dan Kekerabatan Sebagai Komponen Masyarakat
Komponen Individu
Individu aslinya berasal dari bahasa latin, yaitu individum atau bagian yang tidak terbagi lagi. Jadi sama dengan istilah atom dalam ilmu alam yang  berasal dari bahasa Yunani berarti mempunyai pengertian sama dengan individu. Kata individu berarti satu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Di dalam ilmu sosial paham  individu menyangkut manusia perorangan  yang mempunyai tabiat sendiri dengan komponen kejiwaan dan metafisik yang kompleks yang memegang peranan dalam perilaku sosialnya. Walaupun dikatakan sebagai individu, tetapi mempunyai energi sosial yang berpengaruh terhadap kehidupan lingkungan sosialnya.
Individu bukan berarti bahwa manusia sebagai suatu keseluruhan yang tidak terbagi secara makro, karena dalam jasmaniahnya lebih beragam komponennya sebagai satu kesatuan yang disebut sebagi satu sistem, dimana di dalamnya terdapat subsistem yang lainnya. Jadi kalau sistemnya dibagi-bagi secara fisik manusia perorangan mati dan subsistem mikronya tidak berfungsi sebagai manusia individu, karena komponen sistemnya telah dirusak.
Sifat dan fungsi manusia perorangan yang hidup di sekitar manusia lainnya mempunyai perbedaan yang bersifat ciri khasnya, tetapi bersama-sama dengan manusia lainnya, dikatakan sejenis tidak sama. Di samping perbedaan tempramen yang dibawa sejak lahir menunjukkan juga manusia tambah tua atau maju bertambah banyak perbedaan.
Setiap anggota masyarakat bermacam-macam peradabannya. Perkembangan menyebabakan terjadinya diferensiasi yang menghasilkan tabiat manusia yang beragam. Timbulnya deferensiasi bukan disebabkan pembawaan, tetapi melalui proses dengan sejarah perkembangannya. Perkembangan tersebut memberikan kontribusi kepada manusia seperti bahasa, adat-istiadat, agama, faham, hukum dan sebagainya.
Betapa besarnya pengaruh lingkungan sosial terhadap manusia perseorangan, tetapi mempunyai watak dan sifat tertentu. Manusia mampu mengakumulasi kekuatan psikologis dipakai untuk berprilaku menurut caranya sendiri di tengah-tengah orang lain sebagai egoistisnya. Bahkan ada orang yang mempunyai kesadaran tertinggi sebagai ciri khasnya, kemudian menjadi perhatian masyarakat, sehingga disebut sebagai manusia perorangan yang berkeperibadian istimewa.
Didasarkan pada analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa manusia perorangan (individu) seorang pribadi bukan hanya memiliki perilaku khas dalam sistem sosial, tetapi mempunyai juga kepribadian serta sikap dan perilaku yang khas. Persepsi terhadap manusia perseorangan sebagai ciptaan Allah diperlengkapi tiga komponen instrumen yang melekat pada dirinya yaitu; Pertama; Organisme yang bersifat jasmaniah (organ-organ tubuh yang serba kompleks). Kedua; aspek psikis-metafisik (rohania = ketuhanan, naluri = rasa ingin memenuhi kebutuhan hidup dan intelektual = rasa ingin tahu dan memberi tahu). Ketiga; aspek sosial yang saling mempengaruhi belajar kepada lingkungan sosialnya untuk memperluas wawasan sosial dan menyesuaikan diri terhadap ekistensi sosialnya.
Manusia individu (perseorangan) pada saat tingkah lakunya, hampir identik dengan pola perilaku komunitas yang mempengaruhinya, tetapi karakternya tetap mewarnai sebagai simbol pribadinya. Proses yang meningkatkan ciri-ciri seseorang menjadi dirinya adalah akunya (ego) sendiri. Proses ini disebut individualisasi atau inkulturasi diri.
Manusia perseorangan dibebani berbagai peranan yang berasal dari kebersamaan. Muncullah struktur sosial yang akan menentukan kemantapan masyarakat. Konflik dapat terjadi disebabkan pola tingkah laku spesifik yang bertentangan dengan peranan yang dituntut oleh masyarakat pendukungnya. Individu dalam pola tingkah laku pribadinya ada tiga kategori memungkinkan terjadinya menyimpang dari norma kolektif yaitu, Pertama; kehilangan identitas pribadi, kedua; takluk kepada kolektivitas, ketiga; mempengaruhi masyarakat. Mencari titik optimum antara dua pola tingkah laku (sebagai individu dan anggota masyarakat) dalam situasi senantiasa berubah memberi konotasi tentang kematangan dalam konteks sosial. Misalnya sebutan baik atau buruk pengaruh individu terhadap masyarakat adalah relatif.
Komponen Perkawinan dan Keluarga
Manusia sebagai mahluk sosial cenderung selalu berkelompok dengan manusia lainnya terutama yang berlainan jenis. Mereka secara naluri terdapat daya tarik menarik. Sehingga menusia sebagai mahluk berbudaya, maka untuk mencapai hal tesebut harus melalui perkawinan dan wujudnya membentuk keluarga.
Komponen Perkawinan. Manusia sebagai mahluk biologis secara naluri, berhubungan kelamin dengan lawan jenisnya guna memenuhi hasrat biologisnya untuk mengembangkan keturunannya. Manusia mahluk dan berbudaya, sehingga membentuk pasangan secara permanen melalui perkawinan pada gilirannya terciptalah keluarga.
Perkawinan adalah hubungan permanen antara laki-laki dan perempuan secara budaya diakui oleh komunitas yang mendukungnya. Suatu perkawinan mewujudkan keluarga dan memberikan keabsahan atas kelahiran anak-anaknya. Perkawinan merupakan peristiwa sosial, karena melibatkan antara kerabat laki-laki dan kerabat perempuan.
Bentuk-bentuk perkawinan ada disebut monogami (seorang suami dan seorang isteri), poligami (satu suami Iebih dari satu isteri), dan ada juga disebut poliyandri (satu isteri lebih dari  satu suami). Perkawinan pada dasarnya untuk berhubungan kelamin, tetapi memerlukan kebutuhan kasih sayang dan saling melindungi, hubungan ekonomi dan sosial.
Adanya keterlibatan antar kedua pihak jelas memperluas hubungan kekerabatan yang lebih luas terbentuklah masyarakat
Komponen Keluarga. Keluarga diartikan kesatuan sosial terkecil yang dimiliki manusia yang terdapat di dalam masyarakat, merupakan hasil -perkawinan melahirkan kerjasama. Keluarga berfungsi mengemnbangkan keturunan, sosialisasi dan mendidik anak, melindungi dan merawat orang tua. Deferensiasi peranan ialah fungsi solidaritas, alokasi ekonomi, alokasi kekuasaan dan ekspresi diri.
Bentuk-bentuk keluarga ada yang bersifat nucler family (keluarga inti), bentuk keluarga terdapat sepasang suami-isteri tinggal bersama anak-anaknya yang belum kawin. Bentuk keluarga lainnya adalah extended family (keluarga luas). Keluarga seperti ini berbaur keluarga inti biasanya terdapat juga anggota keluarga lainnya dari kedua belah pihak, seperti mertua, paman, kemanakan dan lain-lain.
Fungsi-fungsi keluarga. Keluarga sebagai kesatuan social disebut lembaga kemasyarakatan, sehingga mempunyai fungsi yaitu:
Pengaturan seksual. Kalau manusia hidup tanpa ada pengaturan hubungan seksual melalui perkawinan (lembaga keluarga), jelas kehidupan tidak menentu. Misalnya anak yang tidak diketahui siapa ayahnya yang berbudaya tidak mungkin dapat memenuhi kewajibannya, karena tidak sesuai adat dan tata tertib masyarakat-kehidupan manusia kacau­-balau.
Ayah tidak dapat memelihara anaknya dan anak tidak mengetahui ayahnya, maka kedudukan anak diragukan keabsahnnya di masyarakat. Oleh karena itu setiap masyarakat terdapat seperangkap adat-istiadat atau sosial system untuk mengatur masyarakat berperilaku dalam hubungan, kawin-mawin. Oleh karena itu setiap komunitas mengatur anggotanya untuk menjodohkan dan dikawinkan.
Sesuai dengan norms of legitimacy (norma-norma yang sah) di masyarakat dijumpai beberapa incest taboo (penyimpangan seksual) yang dilakukan oleh anggota masyarakat misalnya; a) gundik, b) selir (hubungan seorang bangsawan dengan isteri simpanannya terjadi pada zaman praindustri oleh masyarakat barat atau raja-raja), c) melahirkan anak sebelum menikah, d) perzinaan laki-laki atau perempuan sesudah menikah, hidup bersama tanpa nikah (baku piara, kumpul kebo), e) hubungan seksual antara anggota keluarga. Perilaku seperti itu disebut penyimpangan seksual, sehingga mengganggu ketertiban dan mengaburkan keabsahan dan eksistensi suatu keluarga.
Reproduksi adalah melanjutkan keturunan, agar generasi manusia tidak akan punah. Namun perlu pengaturan seperti mengatur banyaknya anak yang dinginkan sesuai dengan standar, misalnya melalui KB. Melalui teknologi kedokteran dapat digunakan untuk merekayasa proses kelahiran atau mengatur jarak kelahiran.
Kehadiran anak mempunyai tanggapan berbeda­-beda sesuai peradaban umat manusia. Komunitas sederhana (petani) keberadaan anak dianggap menunjang tenaga kerja. Bagi masyarakat modem banyak anak di anggap beban. Orang Cina membuat rumus tentang jumlah anak “dua cakup, laki dan perempuan sama saja”. Pandangan terhadap jumlah anak bermacam-macam, ada mengharapkan jaminan masa depan orang tua, ada bermotivasi agama dan faktor ekonomi.
Sosialisasi dan mendidik anak. Dalam kehidupan sehari hari anak-anak belajar kepada lingkungannya, orang tua dan anggota keluarga lainnya. Dalam proses sosialisasi pertama, anak-anak belajar dalam lingkungan keluarganya sendiri dengan berbagai adat dan tradisi, setelah anak meningkat remaja, mulai memperluas sosialisasinya kepada lingkungan teman-teman sebaya, tetangga, dan masyarakat yang luas. Pengalaman sosialisasi harus berdasarkan dengan budaya dan sistem sosial yang dianut oleh masyarakat secara melembaga.
Masa pemeliharaan. Masa kehamilan yang cukup panjang diiringi dengan masa krisis dan menyusui tugas menyusui, membuat seorang ibu perlu perlindungan dan pemeliharaan. Demikian pula anak yang baru dilahirkan sampai jangka waktu tertentu, menyusul masa anak dapat berdiri sendiri. Selama masa itu menuntut adanya kesiapan untuk selalu memenuhi segala kebutuhannya.
Dalam masa pemeliharaan kedua orang tua diperlukan rasa kasih sayang dengan anak-anaknya melalui ikatan ketergantungan emosional, karena mereka tidak berdaya waktu dilahirkan, sehingga harus tergantung kepada orang tuanya. Orang tualah bertanggungjawab untuk memeliharanya.


Penempatan status anak dalarn masyarakat.

Anak merupakan simbol dalam berbagai macam hubungan. Oleh karena itu menentukan penempatan, kedudukan dan pengaturan dalam berbagai status merupakan peran orang tua (ayah). Adanya hubungan sah atau tidak sah antara anak dengan orang tua menimbulkan tuntutan kepada masyarakat. Kalau seorang anak yang tidak jelas ayahnya atau yang lahir di luar nikah, maka statusnya di dalam masyarakat kurang mendapat respon positif. Sehingga mempunyai status yang tidak legal. Akibatnya akan memperoleh cercaan dari masyarakat atau merasa disisihkan oleh lingkungannya. Mungkin menjadi tanda tanya terhadap anggota-anggota keluarganya apakah ia berstatus sebagai saudara atau bukan, apakah seayah atau tidak. Oleh karena itu perkawinan yang sah memperoleh respon positif dari masyarakat dan hasil perkawinannya juga akan diakui menyebabkan tidak menimbulkan kekacauan sosial, adat, serta sesuai dengan kebudayaan masyarakat bersangkutan.
Konsep dan peranan kekerabatan. Dalam kekerabatan ada istilah “ego, digunakan dalam menampilkan seseorang sebagai pusat pertalian darah dalam suatu hubungan dengan sejumlah orang. Ego dianggap sekerabat dengan orang lain, karena orang tersebut masih satu keturunan dengan ego walaupun orang tersebut tempat tinggalnya berjauhan atau tidak pernah bertemu. Ketentuan-ketentuan siapa saja yang dianggap sekerabat dengan ego berdasarkan sistem kekerabatan yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan. Sistem kekerabatan serangkaian aturan-aturan mengatur penggolongan orang­-orang yang sekerabat atau sistem yang membedakan antara yang masuk anggota kerabat dengan yang tidak. Di samping itu juga melibatkan berbagai hak dan kewajiban di antara mereka. Istilah kekerabatan digunakan untuk menunjukkan identitas dan status para anggota kerabat berdasarkan penggolongan dan kedudukan dalam kekerabatan masing-masing ego. Misalnya seorang anak orang Bugis harus menyebut saudara laki-laki ayahnya atau ibunya amure (paman). Saudara perempuan ayah atau ibu disebutnya inaure (bibi), kepada ayahnya disebut ambo (ayah) dan ibunya disebut indo.
Peranan kekerabatan. Setiap warga masyarakat yang mepunyai identitas tertentu, karena digolongkan dalam suatu kedudukan menurut istilah yang berlaku diharapkan untuk menunjukkan kelakuan atau tindakan-tindakan tertentu sesuai dengan identitasnya. Misalnya peranan seorang ayah berbeda dengan peranan seorang ibu terhadap anaknya. Dalam berbagai hubungan sosial di antara sesama kerabat terjadi juga peranan yang serasi atau resmi. Hal ini merupakan sikap yang diharapkan untuk diwujudkan oleh yang bersangkutan berdasarkan atas aturan yang berlaku dalam kerabat. Misalnya hubungan antara menantu perempuan dengan mertua laki­-lakinya harus ada batas, tidak boleh seperti hubungan suami isteri. Bahkan ada segolongan masyarakat Ghana di India terdapat hubungan penginderaan. Di mana seorang menantu perempuan harus menutupi mukanya dengan kain atau kerudung bila bertemu dengan mertua laki-lakinya. Kekerabatan juga merupakan landasan dalam membentuk satuan-satuan sosial atau kelompok-kelompok. Dimana orang yang sekerabat cenderung memisahkan diri dari orang yang tidak sekerabat. Satuan kekerabatan yang terkecil adalah keluarga. Keturunan yang merupakan buah dari hasil perkawinan adalah sejumlah orang yang dapat dihubungkan satu sama lain melalui hubungan darah yang bersumber dari orang tua atau Ieluhur yang sama. Orang yang satu keturunan digolongkan sebagai satuan kelompok sekerabat.

Pada dasarnya ada 3 (tiga) kategori sistem kekerabatan berdasarkan garis keturunan yang masing-masing mempunyai aturan kekerabatan yang berbeda dengan penggolongan satu keturunan dengan bukan seketurunan, aturan tersebut adalah: bilateral, matrilineal dan fatrilineal. Sistem yang dimiliki oleh suku Jawa adalah sistem kekerabatan yang bersifat bilateral dan sama dengan yang dimiliki oleh orang Sunda. Di mana kedua suku tersebut menganggap bahwa garis keturunan yang ditarik dari leluhur, baik dari ayah maupun dari ibunya sama dan satu keturunan. Sedangkan orang Batak memiliki sistem kekerabatan yang bersifat patrilineal. Keturunan dari pihak leluhur yang diperhitungkan dari pihak ayah atau laki-laki sajalah yang dianggap sebagai kerabat seketurunan. Sedangkan pada suku Minangkabau mempunyai sistem kekerabatan yang bersifat matrilineal, yaitu keturunan dari pihak ibu sajalah yang dianggap sekerabat atau seketurunan.
Tidak selamanya yang tidak memiliki hubungan seketurunan dianggap luar dari suatu kelompok. Sebab ada juga orang asing yang menjadi warga dari suatu kelompok kekerbatan tertentu. Ini disebabkan proses pengadopsian yang mengakui bahwa orang luar tersebut sah dan dianggap sebagai warga kerabatnya. Contoh perkawinan seorang wanita dengan seorang pria Batak dengan dilakukan terlebih dahulu pengangkatan sebagai warga dari salah satu warga tersebut.

Daftar Referensi

  1. Baldwin, J. M. (1894). Mental Development in the Child and the Race: Methods and Processes. New York: Macmillan.
  2. Berkley, G. (1734). A Treatise Concerning the Principles of Human Knowledge. Oxford University Press. (untuk karya asli Berkeley tentang idealisme)
  3. Darwin, C. (1859). On the Origin of Species by Means of Natural Selection. John Murray.
  4. Durkheim, E. (1893). The Division of Labor in Society. Free Press.
  5. Gobineau, J. A. (1853). An Essay on the Inequality of the Human Races. Saunders.
  6. Koentjaraningrat. (2000). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
  7. Malthus, T. R. (1798). An Essay on the Principle of Population. Oxford University Press.
  8. Parsons, T. (1951). The Social System. Free Press.
  9. Spencer, H. (1862). First Principles. Williams and Norgate.
  10. Sumardjan, S., & Saifuddin, E. (1984). Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia.
  11. Weber, M. (1922). Economy and Society: An Outline of Interpretive Sociology. University of California Press.

Leave a comment