PROF. DR. SYAMSIAH BADRUDDIN, M.Si
- Pelapisan Sesial dan Terbentuknya Kelompok Elit
Pelapisan sosial adalah fenomena universal yang terjadi di setiap masyarakat. Istilah ini mengacu pada pengelompokan individu atau kelompok berdasarkan kedudukan sosial, ekonomi, politik, atau budaya. Pelapisan sosial menciptakan struktur hierarkis dalam masyarakat, di mana kelompok tertentu memiliki akses lebih besar terhadap sumber daya dan peluang dibandingkan kelompok lainnya. Dalam konteks ini, terbentuklah kelompok elite, yaitu segmen kecil masyarakat yang menduduki posisi tertinggi dalam hierarki sosial.
Di dalam masyarakat salalu terbentuk tangga-tangga sosial disebut pelapisan sosial yang membedakan rendah-tingginya suatu posisi kedudukan seseorang dalam masyarakat. Perbedaan rendah dan tingginya kedudukan sumbernya bermacam-macam juga. Misalnya disebabkan adanya perbedaan kemampuan seseorang bersaing untuk menduduki ranking teratas dalam piramida sosial. Perbedaan status dapat bersumber dari faktor kekayaan, nilai sosial, kekuasaan /kecerdasan, keturunan dan kesalehan.
Pelapisan sosial dalam tinjauan ekonomi (kekayaan) dinilai atas kekayaan yang dimiliki. Secara struktural pelapisan dikategorikan tiga strata yaitu kelas teratas, kelas menengah dan bawah. Kelas atas yang terkaya dan hidupnya makmur sejahtera karena kekayaan yang dimiliki serba melimpah. Kelas menengah adalah golongan berkecukupan tidak terlalu kaya dan tidak pula miskin. Kelas bawah golongan berpenghasilan rendah atau pengangguran. Mereka tidak berpenghasilan tetap untuk dapat memenuhi kebutuhannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga termasuk lapisan sosial masyarakat miskin.
Pelapisan sosial terdiri atas kelompok sosial yang memiliki derajat yang berbeda-beda menurut nilai luhur, moralitas, etika dan kehoramatan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan masyarakat. Kriteria ini disebut status sosial. Pengkategorian masyarakat dengan model pelapisan ini juga dipandang dari tiga tingkatan yaitu lapisan yang berstatus rendah, tingkat menengah dan tingkat yang paling tinggi dalam strata masyarakat.
Golongan pelapisan sosial masyarakat yang rendah adalah orang kebanyakan. Artinya dalam kehidupan sosial masyarakat tidak diperhitungkan karena mungkin tidak memiliki sesuatu nilai yang dapat dihargai. Misalnya kurang bermoral, termasuk pelaku kriminal dan sebagainya.
Golongan menengah adalah orang-orang yang masih mempunyai status sosial dalam masyarakat yang berhubungan dengan nilai sosial dan budaya, berada di bawah lapisan tinggi sehingga pendapat dan pikirannya masih dihargai. Selanjunya bagi lapisan yang tinggi adalah orang-orang yang dihormati, biasanya memiliki hak istimewa menurut pandangan masyarakatnya.
Kelompok berkuasa. Pelapisan sosial didasarkan atas kekuasaan terdiri atas kelompok yang berbeda-beda kedudukan politiknya di dalam masyarakat. Pelapisan ini terjadi karena adanya perbedaan wewenang yang dimiliki. Perbedaan umumnya bersumber dari kedudukan organisasi/ birokrasi yang sah. Sesuai pelapisan kekuasaan politik juga bertingkat-tingkat mulai dari kekuasaan tertinggi, menengah dan rendah. Kekuasaan seperti ini terpola dan terstruktur sehingga perubahannya kaku dan terstruktur sesuai kebijakan/ kemampuan seseorang untuk meningkatkan statusnya. Kelompok intelektual (cendikiawan) bertingkat-tingkat juga sesuai kemampuan seseorang. Baik melalui lembaga formal maupun kemampuan seseorang untuk mengembangkan kariernya di bidang kecendikiawanannya.
Kelompok elite memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan, baik dalam skala lokal maupun nasional. Mereka memengaruhi distribusi sumber daya, kebijakan publik, dan dinamika sosial secara keseluruhan. Namun, pelapisan sosial dan keberadaan kelompok elite juga memunculkan berbagai masalah, seperti ketimpangan sosial dan konflik kepentingan. Chapter ini akan membahas pelapisan sosial, proses terbentuknya kelompok elite, serta dampaknya terhadap masyarakat.
1. Pengertian Pelapisan Sosial
Pelapisan sosial merujuk pada pembagian masyarakat ke dalam lapisan-lapisan hierarkis berdasarkan kriteria tertentu, seperti kekayaan, kekuasaan, dan status sosial. Menurut Pitirim A. Sorokin (1927), pelapisan sosial adalah perbedaan dalam distribusi hak istimewa, kewajiban, dan pengaruh di antara individu dalam suatu masyarakat. Pelapisan ini dapat bersifat terbuka, di mana individu dapat berpindah lapisan melalui mobilitas sosial, atau bersifat tertutup seperti dalam sistem kasta.
Max Weber (1947) menyebutkan bahwa pelapisan sosial melibatkan tiga dimensi utama: kelas ekonomi, status sosial, dan kekuasaan. Kelas ekonomi berkaitan dengan kepemilikan materi, status sosial merujuk pada penghargaan atau prestise, sedangkan kekuasaan mencerminkan kemampuan untuk memengaruhi keputusan.
2. Teori Pelapisan Sosial
Menurut Davis dan Moore dalam Suzanne Keller (1984) bahwa pelapisan sosial itu mempunyai fungsi karena pelaku sosial setiap masyarakat perlu disebar dalam kedudukan tertentu berdasarkan pola yang terbentuk dalam struktur masyarakat. Pelaku sosial mempunyai status dan memperoleh imbalan secara tertentu. Perbedaan martabat disebabkan oleh dua faktor yaitu: 1) perbedaan terhadap pentingnya fungsi kedudukan yang diminta sesuai kualifikasi pendidikan profesionalnya, 2) perbedaan kelangkaan orang-orang yang dapat menduduki jabatan sesuai dengan tuntutan peran dan keahlian yang dikehendaki.
- Teori Fungsionalisme
Menurut teori ini, pelapisan sosial diperlukan untuk menjaga stabilitas dan efisiensi masyarakat. Talcott Parsons (1951) menyatakan bahwa pelapisan sosial memungkinkan distribusi tugas dan penghargaan yang sesuai dengan kemampuan individu. Hal ini memastikan bahwa posisi penting dalam masyarakat diisi oleh individu yang paling kompeten.
Menurut Max Weber (1947) pelapisan sosial bertolak pada perbedaan kekuasaan yang terorganisasi dalam masyarakat. Perbedaan kekuasaan sebagai produk yang ditentukan oleh perbedaan produk (ekonomi ). Weber mengemukakan tiga sumber kekuasaai yaitu; ekonomi, masyarakat dan politik (kekuasaan). Kekuasaai menurut Weber adalah melembaga dan merupakan pengendalian yang efektif atas tindakan dilakukan secara sah dan teratur..
- Teori Konflik
Sebaliknya, Karl Marx (1867) berpendapat bahwa pelapisan sosial mencerminkan ketimpangan kekuasaan dan eksploitasi oleh kelas yang dominan. Marx melihat bahwa kelompok elite menggunakan kekayaannya untuk mempertahankan status quo dan menindas kelas pekerja. Menurut Karl Marx dalam kehidupan masyarakat membedakan tentang adanya kelas burjois dengan kelas proletar, membedakan juga kelas budak dengan majikan. Terjadinya pelapisan social bukan hanya faktor ekonomi, tetapi kekuasaan dimana di dalam kelas itu selalu terjadi pertentangan antara kelompok proletar dengan burjois dan ada kemungkinan kelompok proletar yang menang. Kalau ini terjadi tidak ada lagi milik pribadi
- Teori Elite
Teori elite, yang dikembangkan oleh Vilfredo Pareto (1901) dan Gaetano Mosca (1939), menyoroti bahwa dalam setiap masyarakat selalu ada minoritas kecil yang memegang kekuasaan, yaitu kelompok elite. Pareto (1901) menyebutkan bahwa rotasi elite adalah fenomena yang wajar ketika kelompok baru menggantikan kelompok lama untuk mendominasi struktur kekuasaan.
3. Proses Terbentuknya Kelompok Elite
- Faktor Ekonomi
Kekayaan merupakan faktor utama yang memungkinkan terbentuknya kelompok elite. C. Wright Mills (1956) dalam The Power Elite menyatakan bahwa akses terhadap sumber daya ekonomi memberikan kekuasaan besar untuk memengaruhi kebijakan dan keputusan penting.
- Faktor Politik
Kelompok elite sering kali terbentuk melalui dominasi politik. Individu atau kelompok yang menguasai sistem politik memiliki kemampuan untuk mengontrol distribusi sumber daya dan akses terhadap kekuasaan.
- Faktor Budaya dan Pendidikan
Elite budaya, seperti intelektual dan tokoh seni, memainkan peran penting dalam membentuk opini publik dan norma sosial. Pendidikan tinggi sering kali menjadi jalur utama untuk memasuki kelompok elite, karena memberikan akses kepada jaringan sosial dan peluang yang eksklusif.
4. Dampak Pelapisan Sosial dan Kelompok Elite
Dampak Positif.
- Pemimpin yang Kompeten: Kelompok elite sering kali terdiri dari individu yang memiliki keterampilan dan pengetahuan untuk memimpin masyarakat.
- Stabilitas Sosial: Struktur pelapisan sosial dapat menciptakan keteraturan dalam masyarakat.
- Dampak Negatif
a. Ketimpangan Sosial: Akses yang tidak merata terhadap sumber daya memperlebar jurang antara kelompok kaya dan miskin.
b. Konflik Kepentingan: Kelompok elite sering kali memprioritaskan kepentingan mereka sendiri, yang dapat merugikan masyarakat secara luas.
c. Eksklusi Sosial: Kelompok non-elite sering kali tidak memiliki suara dalam pengambilan keputusan.
5. Mengatasi Ketimpangan dalam Pelapisan Sosial
- Kebijakan Redistribusi
Pemerintah dapat mengurangi ketimpangan dengan menerapkan kebijakan redistribusi, seperti perpajakan progresif dan subsidi untuk kelompok marginal.
- Pendidikan Inklusif
Akses pendidikan yang merata dapat meningkatkan mobilitas sosial dan memberikan kesempatan yang setara bagi semua individu.
- Partisipasi Sosial
Mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dapat mengurangi dominasi kelompok elite dan menciptakan sistem yang lebih demokratis.
Pelapisan sosial adalah fenomena yang tidak terhindarkan dalam masyarakat, tetapi dampaknya sangat bergantung pada cara pengelolaannya. Kelompok elite memiliki peran penting dalam menentukan arah masyarakat, namun dominasi mereka juga dapat memperburuk ketimpangan. Dengan kebijakan yang tepat dan partisipasi masyarakat yang inklusif, dampak negatif dari pelapisan sosial dan kelompok elite dapat diminimalkan untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan setara.
B. Pelapisan Sosial dan Munculnya Kaum Elit/ Cendikiawan
Dalam konteks pelapisan sosial, yang menyusun strata dalam kehidupan bermasyarakat yang menempatkan orang-orang pilihan atau istimewa yang disebut golongan elite dalam lapisan tertinggi. Selanjutnya Mattulada (1983) menguraikan beberap, pemahaman tentang golongan elit.
Dalam pengertian sehari-hari istilah elite diartikan sebagai orang-orang yang menempati status tertinggi dalam piramida sosial. Golongan elit itu dipandang sebagai orang-orang terkemuka di masyarakat. Mereka berkuasa, kaya dan berkehidupan mewah melebihi penduduk umum lainnya.
- Secara etimilogis kata elite berasal dari bahasa latin “Eligere” yang berarti terpilih. Istilah ini menurut Mattulada (1983) dipergunakan dalam bahasa Perancis pada abad ke 14 yang mengandung pengertian memilih. Istilah ini ditujukan pertama terhadap golongan militer. Kemudian pada abad ke 15 Froissar menggunakannya dalam arti “Meilleur des meilleurs” (yang terbaik di antara yang terbaik). Selanjunya pada abad ke 17 T.B.Boitomore (1964) dalam bukunya “Elite and Society” membahas tentang elite secara lengkap. Pertama Kali, ditujukan kepada barang-barang perdagangan yang mewah dan mempunyai keutamaan khusus. Kemudian ditujukannya terhadap kelompok sosial yang tinggi, seperti militer yang utama atau kalangan bangsawan atas. Dalam abad ke 18 pengertian elite dipergunakan dalam bahasa Inggeris oleh Byron’s Don Juan “At once the lie and the elite crowds” pengertiaanya berangsur mengandung makna pemilihan kepada keunggulan dan keutamaan.
- Dalam konteks sosiologis, Pareto (1901) pertama sebagai penggagas istilah elite dalam bukunya “Trattato di Sociologia Generale “. Ia berpendapat bahwa orang-orang dan golongan elite itu orang-orang pilihan, orang utama, bahagian terbaik dari orang-orang terbaik di masyarakat. Golongan elite adalah orang berpengaruh, mungkin juga ditaati oleh anggota masyarakat yang lebih besar.
Daftar Referensi
Bottomore, T. B. (1964). Elites and Society. London: Routledge.
Davis, K., & Moore, W. E. (1945). Some Principles of Stratification. American Sociological Review, 10(2), 242-249.
Keller, S. (1984). The Social World. New York: Random House.
Marx, K. (1867). Das Kapital: Critique of Political Economy. Progress Publishers.
Mattulada. (1983). Elite dalam Perspektif Sosiologi dan Budaya. Jakarta: Gramedia.
Mills, C. W. (1956). The Power Elite. Oxford University Press.
Mosca, G. (1939). The Ruling Class. McGraw-Hill.
Pareto, V. (1901). The Rise and Fall of Elites: An Application of Theoretical Sociology. Transaction Publishers.
Parsons, T. (1951). The Social System. Free Press.
Sorokin, P. A. (1927). Social Mobility. Harper & Brothers.
Weber, M. (1947). The Theory of Social and Economic Organization. Oxford University Press.
Leave a comment