ILMU PENGETAHUAN DAN METODE ILMIAH

Prof. Dr. Syamsiah Badruddin, M.Si

  1. Dasar-Dasar Pengetahuan

Ilmu pengetahuan berasal dari keinginan manusia untuk mengetahui alam yang dihadapinya, baik alam besar (macro cosmos) maupun alam kecil (micro cosmos). Manusia sebagai makhluk rasional diberi oleh Allah rasa ingin tahu. Keinginan itu berlangsung sejak anak-anak. Pertanyaan seperti; Apa itu?, Apa ini? selalu keluar dari mulut anak-anak. Kemudian timbul beberapa pertanyaan; Mengapa harus begini dan mengapa harus begitu: Selanjutnya berkembang menjadi pertanyaan; Bagaimana masalah itu bisa terjadi? Bagaimana memecahkannya? Manusia mencari jawaban atas pertanyaan itu. Dorongan ingin mengetahui berusaha mendapatkan pengetahuan untuk menjawab masalah yan: ditanyakan. Berkembanglah pikiran manusia dan berusaha untuk memperoleh pengetahuan yang benar.

Manusia dibandingkan dengan binatang sama-sama memiliki pengetahaun, tetapi binatang hanya terbatas untuk survival of life (mempertahankan. – kelangsungan hidupnya). Sedangkan manusia memiliki nalar, artinya berpikir secara logis dan analisis. Kemampuan bernalar, karena mempunyai bahasa untuk berkomunikasi dan menghasilkan pemikiran yang abstrak, maka manusia bukan hanya memiliki pengetahuan, tetapi mengembangkannya. Seekor kera tahu mana jambu yang enak dimakan, seekor rusa dapat memberi tahu temannya bahwa ada pemburu, seekor anak tikus tahu bahwa kucing itu berbahaya, tetapi hanya sekedar tahu tidak mampu mengembangkannya berdasarkan nalar.

Pengetahuan manusia bukan hanya diperoleh melalui nalar, tetapi melalui kegiatan mental lainnya, seperti; perasaan, intuisi, atau wahyu. Manusia satu-satunya makhluk yang dapat mengembangkan pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan. Dalam mengembangkan ilmunya menggunakan metode berpikir induktif dan deduktif sebagai inti penalaran.

Manusia mengembangkan pengetahuan melebihi kelangsungan hidupnya, dia selalu memikirkan hal-hal baru. Manusia mengembangkan kebudayaan, memberi makna dalam hidupnya, sehingga mempunyai tujuan hidup yang lebih tinggi. Pengetahuan dapat. dikembangkan melalui dua hal. Pertama; manusia mempunyai bahasa, sehingga mampu berkomunikasi. Kedua; mengembangkan pikirannya, karena ada kerangka pikir tertentu yang disebut nalar. Sedangkan binatang tidak mampu berkomunikasi dengan sempurna, karena binatang tidak didasarkan pada nalar. Insting binatang lebih dari seorang sarjana geologi. Binatang yang berada di sekitar gunung berapi bisa menghidar sebelum meletus, karena ia mengetahui akan terjadi gempa. Tetapi tidak bernalar apa penyebab terjadi letusan gunung berapi tersebut.

HAKEKAT PENALARAN.

Penalaran adalah suatu proses berpikir di mana suatu penarikan kesimpulan didasarkan pada pengembangan pengetahuan. Manusia pada dasarnya makhluk berpikir, merasa, bersikap dan bertindak. Penalaran meghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir. Meskipun demikian tidak semua kegiatan berpikir bersandar pada penalaran, karena penalaran mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran.

Penalaran sebagai kegiatan berpikir mempunyai ciri-ciri tertentu yaitu; Pertama; adanya suatu pola pikir yang dapat disebut logika. Dalam hal ini setiap penalaran mempunyai logika tersendiri atau disebut proses berpikir logis, karena mempunyai pola tertentu. Kedua; Penalaran bersifat analitik, yaitu suatu kegiatan pikiran berdasarkan analisis dan kerangka pikiran yang disebut kegiatan analisis yang menggunakan logika ilmiah.

Tidak semua – kegiatan berpikir berdasarkan penalaran, karena tidak semua kegiatan berpikir bersifat logis dan analisis. Untuk itu dapat dibedakan berpikir berdasarkan penalaran dan bukan penalaran. Intuisi dan perasaan jelas tidak didasarkan penalaran, karena intuisi non analitik yang tidak berdasarkan pada logika tertentu, wahyu bukan penalaran, karena- pengetahuan langsung berasal dari Allah.

LOGIKA BERPIKIR.

Logika didefinisikan sebagai pengkajian secara sahih. Ada dua cara penarikan kesimpulan berdasarkan cara berpikir logis; Pertama; logika induktif adalah cara berpikir di mana penarikan kesimpulan dimulai dari kasus bersifat khusus dan menarik kesimpulan yang bersifat umum, contoh; kalau kita membuat pernyataan bahwa kambing, kuda, harimau mempunyai dua mata, pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa semua binatang mempunyai dua mata. Kedua; logika deduktif, yaitu mengemukakan fakta-fakta yang bersifat umum dan menarik kesimpulan bersifat khusus. Strukturnya disebut silogismus dengan menyusun dua pernyataan dan satu conclusion (kesimpulan). Silogismus itu terdiri atas premis mayor dan premis minor. Kesimpulan yang diperoleh merupakan pengetahuan dari penalaran deduktif berdasarkan dua premis tersebut. Misahlnya kita mengatakan semua manusia mempunyai akal (premis mayor) Si Ahmad seorang manusia (premis minor), jadi si Ahmad juga mempunyai akal conclusion (kesimpulan).

Ada tiga teori yang dapat membimbing manusia untuk mengembangkan penalaran yaitu: 1) Teori koherensi, yaitu suatu penyataan yang dikemukakan mempunyai hubungan dengan obyek yang dituju. Misalnya kita menyatakan terjadinya kenakalan remaja, karena orang tua tidak mendidik anaknya 2) Teori correspondence, yaitu suatu pernyataan yang dikemukakan ada kecocokan atau persamaan dengan obyek yang dituju. Misalnya mengatakan bahwa ibukota Propinsi Sulawesi Selatan adalah Makassar. Pernyataan ini benar, karena memang cocok kota Makassar adalah ibukota Propinsi Sulawesi Selatan. 3) Teori pragmatisme yaitu suatu pernyataan yang dikatakan benar bilamana pernyataan itu difungsionalkan dalam kehidupan praktis. Artinya pernyataan yang dikemukakan mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan masyarakat. Contoh; Payung perlu dimiliki, karena sangat berguna pada musim hujan.

  • Pengetahuan dan Ilmu Pengetahuan

Bilamana seseorang memiliki pengertian (understanding), sikap (attitude) yang diperolehnya melalui pendidikan atau pengalaman sendiri, bersangkutan dianggap tahu (know) atau mengerti. Begitu pula kalau orang memiliki keterampilan yang diperoleh melalui praktek atau latihan, maka kemampuannya disebut keahlian atau skill. Menurut Peter Drucker dalam buku Filsafat Ilmu (1984) kebiasaan yang berurat-berakar tanpa dipikirkan sudah menjadi kondisi tidak sadar (reflection condition) tetap menjadi pengetahuan yang dipelajari dan dibiasakan.    

E.J.Gladen beranggapan bahwa ilmu sama dengan keterampilan, hanya keterampilan diperoleh melalui belajar dan latihan. Ilmu bagian dari pengetahuan, sehingga setiap ilmu sudah tentu adalah pengetahuan. Sebaliknya pengetahuan belum tentu ilmu. Untuk itu ada syarat-syarat yang membedakan knowledge (pengetahuan dengan science atau ilmu pengetahuan).

Menurut Prajudi Atmosudirjo (1982), ilmu harus mempunyai obyek, terminologi, metodologi, filosofis dan teori yang khas. Sedangkan Hadari Nawawi menyebutnya ilmu harus mempunyai obyek, metode, sistimatika dan bersifat universal. Sondang P. Siagian merumuskan ilmu pengetahuan sebagai suatu obyek ilmiah yang memiliki sekelompok prinsip, dalil, rumus melalui percobaan sistimatis yang dilakukan berulang kali dan telah teruji kebenarannya. Sutrisno Hadi menjelaskan bahwa ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengatahuan dan pengetahuan sejumlah orang yang dipadukan secara harmonik dalam suatu bangunan yang teratur.

Berdasarkan rumusan di atas, disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan itu konkrit, sehingga dapat dimuati, dipelajari, diajari secara teratur, teruji, bersifat khas dalam arti mempunyai metodologi, sistimatik dan mempunyai teori tersendiri. Pengetahuan merupakan kekayaan mental secara Langsung atau tidak langsung memperkaya kehidupan kita. Seandainya tidak mempunyai pengetahuan apa kira-kira akan terjadi? Apa yang harus dilakukan agar anak dapat tidur nyenyak? Seandainya insan yang dicintai meninggal kemana kita hendak berpaling?

Setiap jenis pertanyaan menjawab pertanyaan tertentu yang diajukan. Oleh karena itu, pengetahuan dapat dimaafaatkan semaksimal mungkin. Seandainya timbul pertanyaan, apa yang terjadi sesudah mati? Pertanyaan ini tidak boleh dijawab oleh ilmu sekuler, tetapi oleh pengetahuan agama. Sebab secara ontologis ilmu dunia membatasi obyeknya pada lingkup pengalaman manusia. Sedangkan pengetahuan agama menjelajahi ruang lingkup yang bersifat transendental, karena berada di luar pengalaman manusia. Jadi pengertian ontologis di sini adalah suatu lapangan pengetahuan yang berfungsi untuk mengelompokkan dan memilah ilmu, sehingga lahir bermacam-macam ilmu pengetahuan.

Landasan ilmu yang disebut epistemologi berusaha mempertanyakan-pertanyaan yang muncul, itulah yang disebut metode ilmiah. Metode ilmiah inilah yang digunakan menyatakan pengetahuan yang benar. Setiap ilmu pengetahuan mempunyai ciri spesifik sebagai landasannya: “ontologi” (apa?), “epistemologi (bagaimana?) dan “aksiologi” (untuk apa?) pengetahuan dikembangkan dengan ketiga landasan ilmu tersebut.

Secara aksiologis ilmu mempelajari alam sebagaimana adanya (dassein) dan hanya terbatas pada lingkup pengalaman kita. Ilmu pengetahuan dikumpulkan untuk menjawab permasalahan sehari-hari dan digunakan untuk menawarkan berbagai kemudahan memperoleh apa yang dikehendaki. Pengetahuan ilmiah diibaratkan alat bagi manusia untuk memecahkan persoalan yang dihadapinya. Sifat ilmu adalah meramalkan dan mengontrol sesuatu apa yang akan terjadi. Mengapa terjadi tanah longsor? Mengapa terjadi kelaparan di daerah gersang?

Untuk dapat meramalkan dan mengontrol sesuatu harus menguasai pengetahuan yang dapat menjelaskan peristiwa. Olehnya itu, penelaahan ilmiah diarahkan kepada usaha untuk mendapatkan penjelasan mengenai berbagai masalah sosial.

  • Metodologi Ilmiah dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Metode ilmiah merupakan prosedur untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan didapatkan melalui metode ilmiah. Oleh karena itu tidak semua pengetahuan disebut ilmu, sebab ilmu pengetahuan diperoleh harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang disebut metode ilmiah. Metode adalah cara untuk mengetahui sesuatu dengan menempuh langkah-langkah yang sistimatis. Metode ilmiah merupakan pengkajian dari peraturan­-peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah yang disebut epistemologi yaitu membahas bagaimana mendapatkan ilmu.

Berpikir adalah kegiatan mental yang menghasilkan ilmu. Cara memperoleh pengetahuan diharapkan mempunyai karakteristik tertentu sesuai syarat-syarat pengetahuan ilmiah, yakni besifat rasional dan teruji, berpikir konsisten, sistimatis, dan – komulatif.  Pengetahuan ilmiah disusun bertahap dengan argumentasi baru berdasarkan pengetahuan yang telah ada.

Secara konsisten dan koherensi ilmu memberikan penjelasan secara rasional kepada obyek yang berada dalam fokus penelahaannya. Kriteria yang bersifat koherensi tidak memberikan kesimpulan yang bersifat final, karena sesuai hakekat rasional yang bersifat pluralistik. Oleh karena itu, digunakan juga pemikiran yang bersifat induktif berdasarkan pemikiran yang bersifat korespondensi. Teori “korespondensi” adalah suatu pernyataan yang dianggap benar bilamana pernyataan yang terkandung dalam pernyataan sesuai dengan obyek faktual yang dituju. Atau pernyataan tersebut didukung oleh fakta-fakta empiris.

Alur-alur yang tercakup dalam metode ilmiah yang disebut juga “logika hipotetika verifikatif adalah :

  1. Perumusan masalah merupakan pertanyaan mengenai obyek empiris yang jelas batas-batasnya, serta dapat diidentifikasi faktor-faktor yang terkait di dalamnya.
  2. Penyusunan kerangka pikir dalam mengajukan hipotesis, merupakan argumentasi hubungan yang mungkin terdapat berbagai faktor yang saling terkait.
  3. Perumusan hipotesis. yang merupakan jawaban sementara atau dugaan pertanyaan yang diajukan merupakan kesimpulan dari kerangka pikir yang dikembangkan.
  4. Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis. Kemudian diajukan untuk memperlihatkan terdapat fakta-fakta yang mendukung-hipotesis tersebut.
  5. Penarikan kesimpulan yang menilai apakah hipotesis yang diajukan ditolak atau diterima. Sekiranya dalam pengujian tersebut fakta yang cukup mendukung hipotesis, maka hipotesis diterima. Sebaliknya kalau tidak terdapat fakta-fakta yang mendukung berarti hipotesis ditolak. Hipotesis yang diterima sudah menjadi bagian dari pengetahuan ilmiah, yakni mempunyai kerangka penjelasan yang konsisten dengan pengetahuan ilmiah, karena telah teruji kebenarannya.
    1. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Ilmu dapat dipandang sebagai produk, sebagai proses, dan sebagai paradigma etika. Ia berusaha memahami alam sebagaimana adanya. Realitas itu sangat rumit dan bersifat misterius. Salah satu ciri teori keilmuan adalah berdaya ramal dan selalu terbuka untuk diuji dan ditumbangkan dengan falsifikasi yang sahih.

Teknologi adalah ilmu terapan yang telah dikembangkan dan meliputi perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Ilmu dan teknologi adalah kekuasaan atas alam, manusia, dan kebudayaannya.

Ilmu dipandang sebagai proses adalah suatu kegiatan sosial yang berusaha memahami alam, termasuk manusia dan perilakunya serta memahami sebagaimana adanya. Metode keilmuan bercirikan rasionalitas dan obyektif, impersonal dan menganalisis masalah yang didasarkan atas percobaan dan data pengamatan.

Ilmu sebagai produk, pengetahuan yang diperoleh melalui metode keilmuan adalah milik umum. Tidak ada lagi pertentangan pendapat para ahli. Rumusan dan teori-teorinya telah disepakati dan selalu terbuka untuk diuji kebenarannya.

Ilmu dipandang dari nilai-nilai yang selalu dijunjung tinggi. Menurut Merton ialah masyarakat yang berpegang pada empat norma, yaitu:

  1. Universalisme mengandung pengertian ketidaktergantungan ilmu terhadap masalah ras, warna kulit atau keyakinan. Pada dasarnnya ilmu bersifat internasional.
  2. Komunalisme, berarti ilmu adalah milik umum.Disinterestedness berarti ilmu tidak terlibat untuk kepentingan tertentu, tetapi dikembangkan untuk kepentingan umum.
  3. Skeptisme tidak begitu saja menerima ilmu berdasarkan wewenang tokoh yang mengungkapkannya tanpa mencari pembenaran yang sahih.

Teknologi sebagai ilmu terapan (applied science)  tujuannya memecahkan masalah praktis dan mengatasi kesulitan yang dihadapi manusia. Tugasnya memilih alternatif yang dapat digunakan untuk memecahkan persoalan. Hasil ilmu terapan harus diolah menjadi bahan pengolahan produksi. Transformasi ini disebut kegiatan pengembangan. Di dalamnya termasuk perancangan industri, yakni mencari jalan yang paling pintas dalam efesien dan murah untuk produk massal.

Jika teknologi diabdikan untuk kesejahteraan umat manusia maka terciptalah masyarakat yang adil, partisipasi dan lestari, maka teknologi amat tinggi nilainya. Ilmu yang melahirkan teknologi sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah kemanusiaan seperti pangan, energi, kesehatan, dan sebagainya. Karena ilmu bisa memainkan peranan yang positif kini dan masa depan. Seperti yang dikemukakan oleh Prancis Bacon (1620) bahwa ilmu adalah kekuasaan, kalau ilmu adalah kekuasaan, maka teknologi merupakan alat kekuasaan.

Kekuasaan terhadap manusia terutama terhadap orang yang ditindas oleh sistem teknologi (baik kelompok perusahaan asing maupun kelompok elit sendiri). Kekuasaan terhadap kebudayaan dirasakan oleh negara-negara berkembang yang dirusak oleh teknologi dengan melunturnya nilai-nilai yang dijunjung tinggi. Kebudayaan modern yang didukung oleh ilmu pengetahuan atau teknologi menciptakan krisis nilai-nilai. Kekuasaan ilmu dan teknologi terhadap alam, adanya penemuan manusia dengan kemampuan teknologi tinggi dapat memusnahkan spesiesnya sendiri, bahkan mampu memusnahkan kehidupan di muka bumi. Ilmu yang maju sudah mulai mengancam kehidupan manusia

  • Metodologi Ilmiah dan Teknik Riset Dalam Ilmu-Ilmu Sosial

Dalam perkuliahan llmu Sosial Dasar ada alokasi waktu yang dipersiapkan untuk kuliah lapangan dengan sasaran adalah studi tentang berbagai fenomena sosial atau problem-problem masyarakat. Untuk melaksanakan kegiatan tersebut, disediakan seperangkap metode dan teknik yang dapat dijadiakan sebagai acuan antara lain:

Langkah-langkah pengenalan lapangan. Studi ilmiah harus dirancang dan dilaksanakan melalui proses yang tepat. Langkah­ langkahnya adalah;

  1. Pertama merumuskan masalah; Setiap intelektual yang hendak meneliti sesuatu untuk menambah wawasan memerlukan adanya masalah yang akan diteliti. Misalnya kita akan mengetahui, apakah mahasiswa yang bertempat tinggal jauh dari kampus lebih ketinggalan dibandingkan dengan mahasiswa yang berdomisili di sekitar kampus? atau lebih khusus lagi apakah mahasiswa yang tinggal di luar kampus mengalami kerugian, karena sosialisasinya di kampus kurang terakomodasi?
  2. Kedua tinjauan pustaka; Langkah ini bertujuan untuk memperkaya wawasan peneliti untuk lebih banyak mengetahui informasi tentang teori-teori yang mendukung tentang pengenalan lapangan. Di samping itu juga dapat memeriksa daftar pustaka berdasarkan indeks akademik atau katalog, dapat menemukan judul atau masalah yang akan diteliti.
  3. Ketiga merumuskan hipotesis; Hipotesis ini merupakan pernyataan sementara atau jawaban sementara terhadap penelitian yang akan dilakukan dan juga merupakan pedoman untuk mengumpulkan data, karena pernyataan ini akan diuji benar tidaknya suatu penyataan, jadi harus diuji berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan. Misalnya Mahasiswa yang tinggal di luar kampus selalu terlambat mengikuti kuliah dibandingkan mahasiswa yang tinggal di dalam kampus atau rnahasiswa yang tinggal di luar kampus – absensinya lebih banyak daripada yang tinggal di dalam kampus.
  4. Keempat perencanaarn desain;. Semua istilah dan kategori penelitian harus didesain. Variabel yang akan dijadikan standar harus ditetapkan. Kita harus menentukan jenis-jenis data yang akan dikumpulkan, sumber data, tahap-tahap kegiatan, cara mengumpulkan data, mengolah data dan menyusun laporan.
  5. Kelima mengumpulkan data dan mengolah data; Kegiatan ini dilakukan sesuai dengan riset yang telah direkayasa sebelumnya.
  6. Langkah keenam analisis data; Data yang sudah diolah mungkin nampak adanya ketegorisasi, data kuantitatif menunjukkan adanya persamaan dan mungkin ada perbedaan, data kualitatif dirumuskan secara generalisasi.
  7. Menarik kesimpulan; Apakah hipotesis-hipotesis saling memperkuat atau melemahkan (diterima atau ditolak). Ada rekomendasi apakah perlu ada penelitian lanjutan. Apakah hasil penelitian masih ada pertanyaan yang perlu ditindaklanjuti, sehingga peneliti lain berminat untuk menggelutinya.

Kategori Metode Penelitian Sosial.

Diagram

  1. Studi longitudinal adalah studi yang berlangsung sepanjang waktu menggambarkan hasil sebelum dan sesudah observasi, studi ini bisa bersifat restrospektif atau prospektif. Studi restrospektif adalah mempergunakan data sekunder yang sudah tercatat sebagai data statistik. Seperti yang dilakukan Wynder dan Evans (1955) menggunakan catatan rumah sakit untuk mengetahui korban kanker paru-paru dan hanya menemukan bahwa ada 8 orang dari 605 orang yang diidentifikasi terkena penyakit kanker paru-paru akibat merokok. Jika penelitian restrospektif menemukan bukti kuat bahwa ada hubungan antara dua fakta, maka langkah berikutnya yang dilakukan untuk mengetahui apakah studi prospektif akan memperkuat hubungan tersebut.  
  2. Studi prospektif mulai menelah data yang baru kemudian melanjutkan dengan hasil observasi jauh ke depan dalam jangka waktu tertentu. Contoh mereka meneliti pensiunan militer (veteran) sebanyak 2000 orang perokok ditemukan bahwa yang merokok sebungkus sehari atau lebih kemungkinan meninggal 16 kali dari yang tidak merokok.
  3. Studi atas dasar kesan (impressionistic studies). Penelitian ini merupakan laporan deskriptif dan analisis informal didasarkan pada pengamatan yang kurang proporsional. Pendekatan ini dapat digunakan dalam kuliah lapangan untuk IImu Sosial Dasar. Namun kegiatan iimiah ini bukan folklore anekdot (cerita rakyat), tetapi dilakukan dengan pengamatan untuk tujuan tertentu, misalnya seorang pengamat sosial akan mengetahui sistem budaya masyarakat Kajang. Pengamat sosial tersebut berkunjung ke daerah tersebut dan melakukan pengamatan untuk memperoleh kesan. Setelah memperoleh kesan ia mempersiapkan instrumen berupa garis besar data yang akan diperoleh, kelompok yang akan dikunjungi, bacaan yang mempunyai hubungan dengan sasaran yang akan dikumpulkan dan sumber lain yang memperkaya pemahaman tentang masalah yang akan diamati. Setelah itu pengamat mencari sasaran yang akan diwawancarai atau diobservasi. Setelah itu pengamat mempunyai kesan tentang tradisi dan adat-istiadat masyarakat Kajang.
  4. Metode grounded research. Metode penelitian sosial seperti ini, bersifat kualitatif. Dalam penelitian ilmu-ilmu sosial di sebut grounded research. Grounded research ini mengambil namanya dari pandangan yang lain tentang hubungan antara teori dengan data. Untuk menguji kebenaran menggunakan data. Di dalam grounded research data merupakan sumber teori. Teori adalah penjelasan dari fenomena. Sebenarnya dikembangkan oleh peneliti sendiri selama mengadakan penelitian dengam mengambil dari data yang dikumpulkan. Teori itu disebut grounded, karena berdasarkan data. Peneliti selama penelitiannya membentuk teori sendiri berdasarkan sejumlah data yang telah dikumpulkan. Ketika membentuk teori ia terus-menerus menguji-memverifikasikan teori itu dengan membandingkan data-data yang semakin bertambah. Penelitian. ini merupakan proses yang dinamis, dimana data adalah  sumber dan juga menverifikasi teori tersebut.

Bagian pokok dari setiap teori adalah kategori dan sifat-sifat yang dapat, dimengerti. Kategori adalah konsep melalui data yang dapat diperbandingkan. Sebuah kategori suatu konsep dapat digunakan untuk menegaskan persamaan dan perbedaan yang akan diperbandingkan. Misalnya kita akan meneliti sekelompok masyarakat tertentu, kita dapat memperoleh sejumlah perbandingan kategori dengan menggunakan beragam konsep. Jika menggunakan jenis kelamin, kita menggunakan dua konsep yaitu laki-laki dan wanita, kalau umur muda dan tua dan sebagainya.

  • Teknik studi lapangan. Untuk mengumpulkan data atau informasi ada dua cara yang umum dilakukan, yaitu:
    • Observasi; IImu pengetahuan didasarkan pada bukti yang dapat diuji. Bukti tersebut dapat diperoleh melalui pengamatan faktual, dapat dilihat, ditimbang, dihitung dan diperiksa secara teliti. Pengamatan ilmiah tidak sama dengan melihat sehari-hari, karena observasi ilmiah memerlukan syarat-syarat; 1) Observasi ilmiah harus cermat, berusaha meyakinkan apa yang digambarkan sebagaimana adanya dan tidak tergesa-gesa melakukannya dan menarik kesimpulan. 2) Observasi ilmiah harus tepat. Karya ilmiah adalah didasarkan pada ketepatan, maka berusaha menghindari karya sastra atau angan-angan dan ilusi. 3) Observasi ilmiah harus sistimatis. Pertama-tama sasaran observasi harus dilakukan secara berurut. 4) Observasi harus dicatat, karena manusia mempunyai keterbatasan untuk mengingat hasil yang pernah diobservasi yang sewaktu-waktu diperlukan. 5) Obyektif, artinya melakukan observasi tidak dipengaruhi oleh faktor subyektif yaitu hasil observasi dicatat apa adanya. 6) Observasi dilakukan oleh orang yang  terlatih.
    • Wawancara; Penelitian dengan wawancara adalah bertanya secara sistimatis berdasarkan instrumen wawancara yang telah dibuat. Dalam wawancara terjadi komunikasi antara pewawancara dengan yang diwawancarai, karena peneliti memegang daftar pertanyaan, kemudian menanyai informannya (responden) dan respondden menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh enumerator (pewawancara).

Daftar Referensi

  1. Atmosudirjo, P. (1982). Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
  2. Bacon, F. (1620). Novum Organum. London: J. Bill.
  3. Campbell, A., Converse, P. E., & Rodgers, W. L. (1976). The Quality of American Life. Russell Sage Foundation.
  4. Drucker, P. F. (1984). Filsafat Ilmu. New York: Harper & Row.
  5. Gladen, E. J. (1987). Foundations of Knowledge. Boston: Beacon Press.
  6. Hadi, S. (1980). Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
  7. Merton, R. K. (1973). The Sociology of Science: Theoretical and Empirical Investigations. University of Chicago Press.
  8. Nawawi, H. (1985). Pengetahuan dan Metodologi Ilmiah. Surabaya: Penerbit Bina Ilmu.
  9. Siagian, S. P. (1982). Filsafat dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Gunung Agung.
  10. Wynder, E. L., & Evans, R. T. (1955). A Study of Lung Cancer and Smoking Habits. Journal of the American Medical Association, 153(1), 50-55.